Rabu, 19 Oktober 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 - Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin


    Tujuan pendidikan menurut filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD) adalah menuntun segala kodrat yang dimiliki anak (kodrat alam dan kodrat zaman) untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidik sebagai pamong bertugas menuntun murid untuk mencapai tujuan tersebut dengan memperhatikan kebutuhan mereka, menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan sehingga nilai-nilai positif dalam diri murid dapat tumbuh dan berkembang menjadi suatu karakter sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Pendidikan di sekolah hendaknya mendorong tercapainya tujuan pendidikan yang sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara yang berpusat pada murid. Hal tersebut menjadi dasar utama bagi pendidik dalam pengambil keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran.

    Seorang guru/ pendidik haruslah memiliki nilai-nilai kebajikan dalam dirinya. Nilai-nilai kebajikan yang dimiliki tersebut akan berpengaruh dalam suatu proses pengambilan keputusan, meskipun sering kali seorang pendidik dihadapkan pada situasi yang dilema. Situasi dilema tersebut dapat disebabkan oleh terdapatnya dua pilihan yang sama-sama mengandung nilai kebajikan dan keduanya sama-sama benar. Situsi seperti ini disebut dengan dilema etika. Oleh karena itu keberanian dan pertimbangan dari seorang pendidik sangatlah dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang terbaik. Terdapat tiga prinsip pengambilan keputusan yang sesuai dengan nilai-nilai kebajikan yang dapat mencerminkan nilai yang kebajkan yang diyakini oleh seorang pendidik. Pertama prinsip berpikir berbasis eraturan (rule-based thinking), yaitu jika dalam pengambilan keputusan seseorang mengutamakan ketaatan terhadap peraturan yang ada. Prinsip kedua berpikir berbasis hasil akhir (end-based thinking), yaitu dalam pengambilan keputusan memikirkan kepentingan dan kebaikan orang banyak atau mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan. Prinsip ketiga berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking), yaitu pengambilan keputusan berdasarkan berhubungan dengan golden rule yang meminta Anda meletakkan diri Anda pada posisi orang lain.

    Selain filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan nilai-nilai kebajikan, terdapat hal lain yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yaitu kegiatan coaching. Coaching merupakan sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Dalam hal pengambilan keputusan, percakapan coaching ini sangat membantu coachee dalam menentukan pilihan untuk membuat  keputusan yang baik. Seorang coach dan coachee perlu melakukan refleksi setelah sesi percakapan coaching untuk melihat kebali apakah keputusan yang diambil sudah sesuai dengan paradigma dan prinsip pengambilan keputusan.

    Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang telah dipelajari sebelumnya juga sangat penting bagi seorang guru/ pendidik dalam mengambil keputusan. Seorang pendidik juga dapat menggunakan kompetensi sosial emosional (KSE) yang dimilikinya dalam mengambil keputusan. Pertama, pendidik harus memahami dirinya, terutama emosi yang muncul dalam diri ketika terjadi kasus dilema etika. Setelah memahmi dirinya, pendidik dapat mengelola emosi dengan menentukan tujuan dan menghubungkannya dengan nilai kebajikan dalam diri dengan mempertimbangkan rasa simpati dan empati pada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus. Selanjutnya pendidik mampu membangun dan mempertahankan hubungan yang positif dengan pihak-pihak yang terlibat.

    Setiap orang dengan pemikiran dan nilai-nilai yang diyakini dalam dirinya. Nilai-nilai tersebut akan sangat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan terutama dalam kasus yang mengandung dilema etika. Pengambilan keputusan tentu akan berpengaruh atau berdampak pada diri dan orang lain, baik itu dalam jangka waktu yang pendek ataupun jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu harus dipikirkan dan dipertimbangkan matang-matang sebelum memutuskan sesuatu. Pada prinsip pengambilan keputusan berbasis peraturan, pengambilan keputusan tidak hanya fokus pada konsekuensi yang akan muncul, tetapi lebih kepada prinsip-prinsip yang mendalam. Dalam hal ini keputusan yang dihasilkan sudah sesuai dengan yang peraturan meskipun nantinya akan ada pihak yang merasa tidak nyaman karena merasa terikat dan tertekan oleh peraturan yang ada.

    Pendidik sebagai pemimpin pembelajaran bebas menentukan pilihan  dalam menyiapkan proses pembelajaran yang akan digunakan di kelasnya. Banyak sekali pendekatan, model, strategi, dan metode yang dapat dijadikan pilihan saat proses belajar mengajar. Pendidik dapat memutuskan memilih yang mana yang dianggap paling sesuai dengan pembelajarannya di kelas. Tentu saja dalam memutuskan itu, seorang pendidik harus mempertimbangkan keberpihakan pada murid yang dapat membantu memenuhi kebutuhan belajar setiap individu murid. Kebutuhan belajar yang dimaksud adalah kesiapan belajar, minat, dan profil belajar setiap murid, karena tiap-tiap murid memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda sesuai dengan keunikannya masing-masing. Pembelajaran yang demikian disebut dengan pembelajaran yang berdiferensiasi (diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk). Keputusan guru untuk melakukan pembelajaran yang bermakna dan berpihak pada murid sangat mempengaruhi masa depan murid-murid kita.

    Seorang pemimpin pembelajaran harus mampu membedakan kasus yang termasuk dilema etika atau bujukan moral. Untuk menentukan jenis kasus itu dapat dilihat dari nilai-nilai yang bertentangan dalam kasus tersebut. Setelah menentukan jenis kasus, selanjutnya seorang pendidik harus memahami 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan.

    Sebelum mempelajari modul 3.1, sering sekali saya mengambil keputusan yang tergesa-gesa dan spontan tanpa mengetahui bahwa ternyata terdapat ilmu yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Biasanya dalam menghadapi kasus yang membutuhkan pertimbangan, saya sering berdiskusi dengan pimpinan dan rekan sejawat untuk mengambil suatu langkah atau keputusan yang tepat. Saya sering bimbang dalam mengambil sebuah keputusan karena itu memang merupakan kekurangan saya terlebih ketika kasus itu menyangkut dilema etika. Setelah mempelajari modul ini, saya akhirnya memiliki ilmu baru dalam pengambilan keputusan. Saya mampu mempertimbangkan paradigma, prinsip-prinsip, dan langkah-langkah pengambilan keputusan yang telah saya pelajari dalam modul ini dalam pengambilan keputusan. Selain itu pada saat mempelajari modul ini terjadi penguatan nilai-nilai positif dalam diri saya sehingga dapat membantu saya dalam mengambil keputusan serta membantu saya menciptakan pembelajaran yang berkualitas dan tentunya berpihak pada murid. Modul 3.1 ini begitu membantu saya untuk lebih siap menjadi pemimpin pembelajaran yang akan menggerakkan murid, rekan sejawat, sekolah dan lingkungan komunitas yang lebih luas.

Kamis, 06 Oktober 2022

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 - Coaching Untuk Supervisi Akademik


Calon Guru Penggerak sebagai persiapan pemimpin pembelajaran di masa yang akan datang memiliki peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran dan pendidikan ke depannya. Seorang guru penggerak dapat berperan sebagai pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antarguru dan mewujudkan kepemimpinan murid. 

Salah satu peran guru penggerak yang sangat penting adalah menjadi coach bagi guru lain. Coaching merupakan suatu percakapan yang bertujuan menggali dan memaksimalkan potensi coachee untuk menemukan solusi atas masalah yang dihadapinya dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan, coaching bertujuan menuntun coachee untuk menemukanide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki. Dalam coaching, terdapat kemitraan yang setara antara coach dan coachee, serta coachee sendiri yang mengambil keputusan. Coach hanya mengarahkan saja, coacheelah yang membuat keputusan sendiri. Proses coaching merupakan suatu percakapan yang dibutuhkan seorang guru dalam pelaksanaan supervisi akademik. Dengan adanya percakapan coaching dalam supervisi akademik, supervisi bisa menjadi suatu sarana bagi guru dalam menggali, mengembangkan, dan memaksimalkan potensinya dalam mengatasi kelemahan-kelemahan dalam dirinya dan dalam proses pembelajarannya di kelas. Percakapan coaching memberikan ruang bagi guru untuk bercerita dengan bebas dan menuangkan ide-idenya secara terbuka. Tentu saja hal ini harus dibarengi dengan pertanyaan dari coach yang berbobot.

Seorang guru (khususnya guru penggerak) harus mengetahui dan mengerti paradigma berpikir coaching, yaitu: 1) fokus pada coachee, 2) bersikap tebuka, 3) bersikap ingin tahu yang lebih banyak, 4) memiliki kesadaran dir yang kuat, dan 5) mampu melihat peluang baru dan masa depan. Selain itu prinsipprinsip coaching juga tak kalah pentingnya diketahui oleh seorang guru, prinsip tersebut yaitu: kemitraan, percakapan kreatif dan memaksimalkan potensi. Selain paradigma dan prinsip caoching, seorang guru sebagai coach juga harus menguasai 4 kompetensi coaching, yaitu 1) kehadiran penuh (presense), 2) mendengarkan aktif, 3) mengajukan pertanyaan berbobot, dan 4) memberdayakan coachee. Ketika seorang guru (coach) telah mengetahui semua itu, barulah dapat menghasilkan percakapan coaching yang baik. Salah satu alur percakapan Coaching yang dapat diterapkan yaitu dengan alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, dan TAnggung jawab).


Seorang guru dalam melakukan coaching tentu bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran yang ada. Pembelajaran yang baik seharusnya mampu mengakomodir segala kebutuhan belajar murid. Pembelajaran yang mampu memberikan rasa aman, nyaman, menyenangkan dan penuh makna bagi murid-murid. Pembelajaran yang demikian disebut dengan pembelajran yang berdiferensiasi. Pembelajaran yang berdiferensiasi sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai macam kebutuhan belajar murid. Selain pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran juga harus mampu memberikan pengalaman emosional kepada murid sesuai dengan kondisi sosial di lingkungannya. Pembelajaran yang demikian dapat diwujudkan dengan mengintegrasi Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) dalam pembelajaran di kelas.

Pembelajaran berdiferensiasi terdiri dari diferensiasi konten (materi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang perlu dipelajari murid berdasarkan kurikulum), diferensiasi proses (kegiatan yang memungkinkan murid berlatih dan memahami atau memaknai konten), dan diferensiasi produk (bukti yang menunjukkan apa yang murid telah pahami melalui produk, hasi karya yang dihasilkan murid). Asesmen dalam pembelajaran berdiferensiasi dapat dilakukan dengan Assasment for learning (selama proses pembelajaran berlangsung), dan assesment as learning (penilaian setelah proses pembelajaran seperti refklesi kegaitan pembelajaran)  Sementara itu untuk Pembelajaran Sosial Emosional  terdapat 5 kompetensi sosial dan emosional, yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Kelima kompetensi sosial emosional ini ditemukan dalam program pengembangan anak dan remaja yang terbukti efektif untuk menumbuhkan kecerdasan emosional.

Supervisi akademik yang dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah atau rekan guru sebaiknya menerapkan percakapan coaching di dalamnya. Hal ini berguna untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh guru yang disupervisi (coachee). Hal yang penting juga untuk dibahas dalam coaching adalah pembelajaran berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional ini. Kedua pembelajaran ini sebaiknya dituangkan dalam rencan pembelajaran yang disusun sebelumnya.

Coaching merupakan hal yang sangat bermanfaat untuk guru. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena saya sendiri mengalaminya. Selama pembelajaran modul 2.3 tentang coaching ini, saya merasa bersyukur memperoleh ilmu baru. Selama praktik , saya merasa lebih paham dan lebih mengerti bagaimana menerapkan prinsip dan kompetensi coaching dalam melakukan percakapan coaching. Pengalaman menjadi coach, coachee dan supervisor sangat membantu saya mengerti lebih dalam mengenai coaching ini. Sebelum mempelajari modul 2.1 sampai dengan modul 2.3 ini, saya melakukan pembelajaran dengan menyusun RPP seperti biasanya tanpa menggunakan Pembelajaran Berdiferensiasi dan PSE dalam pembelajaran. Namun setelah adanya praktik percakapan coaching ini, saya paham bawa ternyata pembelajaran berdiferensiasi dan PSE ini sangat penting diterapkan dalam pembelajaran. Keduanya membantu guru dan murid dalam mencapai kualitas pembelajaran yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu dengan menerapkan pembelajaran perdiferensiasi dan PSE ini tercipta suasana belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi guru dan murid. Setelah mempelajari modul 2 ini saya sadar bahwa selama ini pembelajaran yang saya lakukan di kelas ternyata masih jauh dari kesempurnaan. Saya bersyukur dengan adanya modul 2 ini dan berharap kedepannya bisa menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan PSE ini dalam pembelajaran. Begitu juga ketika menemui masalah atau ada rekan yang mengalami kendala dalam pembelajaran, kami dapat melakukan percakapan coaching sehingga ditemukan ide-ide baru dalam mengatasi masalaj-masalah yang muncul dalam pembelajaran dan di lingkungan komunitas praktisi. Seandainya bisa, saya ingin setiap hari melakukan praktik percakapan coaching karena hal tersebut sangat bermanfaat dalam pengembangan diri saya pribadi sebagai seorang guru.

Tentu saja dalam penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi, PSE dan Coaching tidak semudah yang kita bayangkan. Ada banyak hal yang dapat membantu dan menjadi kendala dalam pelaksanaannya. Dari pengalaman yang saya alami selama pembelajaran modul 2 ini, kemungkinan kendala yang dapat saya hadapi di lapangan yaitu: 1) mindset sebagian guru yang masih menganggap bahwa coaching itu merupakan proses konsultasi untuk menemukan solusi, 2) sebagian guru juga menganggap supervisi sebagai proses mencari kesalahan semata bukan untuk menggali potensi dan mengembangkan diri, 2) kurangnya pengetahuan sebagian guru tentang pembelajaran berdiferensiasi dan PSE, dan 3) perlunya banyak latihan coaching agar sesuai dengan pardigma dan prinsip coaching.

Keterampilan Coaching merupakan keterampilan yang penting untuk dikuasai oleh seorang Guru Penggerak sebagai pemimpin pembelajaran. Kompetensi dalam percakapan Coaching sangat diperlukan untuk menjadikan seorang guru penggerak selain menjadi pemimin pembelajaran juga mampu menjadi coach bagi guru yang lain. Coach yang baik adalah coach menguasai keempat kompetensi coaching yang mampu menuntun coachee untuk menggali potensi dalam dirinya untuk menemukan dan merumuskan ide-ide baru ketika dihadapkan pada suatu masalah. Harapannya ke depan Guru Penggerak mampu menguasai kompetensi coaching dan dapat menjadi coach yang andal di lingkungan sekolah dan komunitas praktisi di mana dia berada.

Glosarium:

PSE           : Pembelajaran Sosial Emosional

Coach        pemberi manfaat dan pelaksana kegiatan coaching

Coachee    penerima kegiatan dan manfaat kegiatan coaching

Coaching   kegiatan percakapan yang menstimulasi pemikiran coachee dan 

                    memberdayakan potensi coachee

Mindset      : pola pikir

Supervisor : pengamat, orang yang melakukan observasi dalam supervisi akademik


Berikut penulis sertakan Link yang berkaitan dengan Modul 2
Link Video Percakapan Coaching: 
Link RPP Berdiferensiasi: 
Link RPP PSE: